JALANKU DULU

Entah kegilaan apa pada masa itu, atau mungkin sekedar ikut-ikutan kata teman yang lebih dewasa atau karena keterbatasan wawasan dan pengetahuanku, aku berangan-angan ” kecil aku dimanja-besar foya-foya-tua kaya raya-dan mati masuk surga”. Indah bukan? Yah itulah angan-anganku yang pada masa itu tak kumengerti dengan jelas apa maksudnya.

Saat ini ketika usia dewasa telah beriring dengan jalan kehidupanku, aku teringat dengan angan-angan itu. Angan-angan itu sering kuucapkan meski hanya untuk mengundang tawa teman-teman ketika sedang bercanda. Dan entah kenapa pada saat usiaku menginjak 40 tahun kata-kata itu sangat mengusik anganku. Ternyata perjalanan hidup yang kulewati terlalu jauh menyimpang arah dari impian masa kecilku.

Sambak, ini adalah nama dukuh (bagian dari desa). Sebuah perkampungan yang menjadi saksi bagiku untuk melaui indahnya masa anak-anak. Indah..? untuk masa itu terasa indah juga. Ketika main gasing dari kayu petai cina, main yoyo oleh-oleh emak dari pasar, main dor-doran dari cabang bambu di sawah pinggir desa, lumayan indah untuk dikenang. Tapi di manja?? Ah .... jauuuh.! Benar ....jauuh. Sengsara? Menderita? Tidak juga. Mungkin wajar dan cukup istilah yang tepat untuk masa kecilku. Dengan keberadaan kedua orang tuaku tidak ada kesempatan bagi keduanya untuk memberikan kemanjaan untukku.

Di usia remaja aku ikut nenek. Kuripan mungkin maksudnya kahuripan, desa dengan nuansa santri tempat nenekku tinggal. Kehidupan yang biasa-biasa saja seperti remaja yang lain. Tidak ada yang luar biasa. Foya-foya?. Ingin sih foya-foya, tapi tidak ada peluang. Maklum ikut nenek, sehingga nggak ada modal untuk foya-foya.

Yang membebani pikiranku sekarang adalah diusia dewasaku kini, apakah angan-angan ketigaku juga tidak bisa terwujud? Keresahan dan gundah gulana benar-benar membebani hati dan pikiranku.Apakah ketika di manja dan foya-foya tidak sempat menjadi kenikmatan, diusia dewasaku sekarang kaya-pun jauh dari harapan??

Harus kaya, yang aku yakini bila aku kaya, tidak mungkin aku merogoh kantong sedalam-dalamnya untuk mencari uang receh bila hendak beramal atau bersedekah. Aku masih tetap tersenyum meskipun yang ku berikan kepada peminta-minta adalah uang bergambar Soekarno-Hatta. Dengan mudah lisanku berkata ”berapa kekurangannya, biar saya yang menyelesaikan” ketika ada saudara kita mengajukan proposal pembangunan sekolah atau masjid. Banyak peluang dan kesempatan untuk meningkatkan rasa sosial dan keagamaan bila saya kaya. Setidaknya anak-anak bisa sekolah dengan layak dan bekecukupan.

Ciledug, pinggiran Ibukota ,Jakarta.
Disini kaki berpijak, setapak demi setapak melangkah menuju pencerahan dan berkelimpahan. Pencerahan dalam bathin, nurani dan sanubari, dengan sinaran keimanan sehingga langkah kehidupan selalu bijak dalam kebajikan bersama kasih Illahi Robbi. Berkelimpahan kekayaan dan kesehatan. Ini adalah kewajaran yang menjadi harapan. Anak-anak bertambah banyak dan makin besar yang harus tercukupi kamar tidurnya dan segala keperluan hidupnya. 100 m2 dengan dua lantai full mungkin cukup untuk tempat tinggal keluarga yang nyaman. Rumah dengan ukuran 100 m2 yang dibangun dua lantai penuh tidaklah terlalu berlebihan untuk keluarga kecilku dengan 5 anak-anakku. Yah, rumah kecil ini harus dibangun di lahan 1000 m2 . Lahan yang cukup untuk anak-anak bermain agar terjaga kesehatanya, untuk refresing bila kelelahan mendera, dan menjalin silaturahim dengan teman dan sahabat.

Wajar ...., ya wajar memang sudah fitrahnya.
Saya akan kaya dan masuk surga.
Saya tidak mengerti bagaimana Tuhan menjawab harapan saya. Yang kumengerti , Aku harus meminta kepada-Nya. Dan Kuyakin Tuhan akan menjawab dengan cara-Nya.






Bagaimana mengubah blog WordPress menjadi MESIN UANG yang MEMATIKAN !! Tutorial komplit dilengkapi Software dan Script Siap Pakai



OJRAT MUGIYONO
Selengkapnya DISINI

Comments :

0 komentar to “JALANKU DULU”